5 Tokoh Disabilitas yang Menginspirasi dengan Prestasinya
Saat ini, pandangan masyarakat umum terhadap penyandang disabilitas masih cenderung miring. Masih banyak pula, pemenuhan hak-hak mereka yang terabaikan.
Padahal, kemampuan dan tekad penyandang disabilitas pada dasarnya sama dengan orang-orang umum. Tak banyak yang tahu, di balik keterbatasannya itu mereka justru mampu mengukir prestasi yang luar biasa.
Berikut ini beberapa tokoh disabilitas yang menginspirasi dengan prestasi mereka:
1. Putri Ariani
Putri Ariani (17th) lahir di Bangkinang, Kampar Riau. Sejak usia 2 tahun, Putri sudah menemukan bakat menyanyinya. Orang tuanya pun turut mendukung, meskipun ia memiliki keterbatasan penglihatan.
Bakat Putri dalam bidang tarik suara terbukti saat ia meraih penghargaan dalam rangka Anugerah Baiduri sebagai penyanyi cilik berprestasi tingkat nasional, pada tahun 2016. Di tahun yang sama, Putri meraih juara 2 tingkat nasional literasi dan menjadi finalis The Voice Kids Indonesia musim kedua.
Selain menyanyi, Putri juga piawai bermain piano dan menciptakan beberapa lagu. Di tahun 2018, Putri berkesempatan membawakn lagu Song of Victory pada acara pembukaan pesta olahraga disabilitas Se-Asia saat Indonesia terpilih menjadi tuan rumah Asian Para Games.
Tak sampai di situ, baru-baru ini Putri kembali menorehkan prestasi yang membanggakan di Kancah Internasional. Ia menjadi salah satu kontestan America's Got Talent 2023. Putri menjadi penyanyi pop solo disabilitas netra wanita asal Indonesia, yang berhasil meraih Golden Buzzer dari Simon Cowell.
2. Panji Surya Sahetapy
Panji Surya Sahetapy merupakan anak dari pasangan penyanyi Dewi Yul dan aktor Ray Sahetapy. Panji merupakan salah satu penderita tuna rungu yang memiliki perjalanan karir luar biasa.
Namun siapa sangka, pada masa pendidikannya ia mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan orang-orang yang bisa mendengar. Kesulitan inilah yang kemudian membuatnya memiliki tekad dan menjadikan kesulitan itu sebagai motivasi.
Surya bertekad untuk menyetarakan pendidikan bagi penyandang disabilitas dengan sekolah-sekolah umum lainnya. Supaya para penyandang disabilitas memiliki kemampuan dan hak yang sama dengan masyarakat umum lainnya.
Untuk mewujudkan impiannya, Surya sampai harus menempuh pendidikan di Rochester Institute of Technology, National Technical Institute for the Deaf, Amerika Serikat. Ia juga berhasil menyelesaikan S2 dengan Program Master of Science in Secondary Education for Deaf and Hard of Hearing di Rochester Institute of Technology.
Surya lulus dengan meraih 3 penghargaan - menurut pihak kampus jarang ada mahasiswa berhasil meraih penghargaan sebanyak yang Surya dapatkan. Yaitu, International Student Outstanding Service Award, The Outstanding Graduating Student Award In The Master’s Degree dan NTID Graduate College Delegate.
Dengan pendidikan yang ia dapatkan, Panji ingin membangun Indonesia yang ramah disabilitas.
3. Angkie Yudistia
Angkie Yudistia (36th) menjadi penyandang tunarungu pada usia 10 tahun, setelah mengonsumsi obat antibiotik yang berpengaruh pada indera pendengarannya.
Sejak itu, Angkie menggunakan alat bantu dengar dan belajar membaca gerak bibir saat orang lain berbicara. Angkie sempat kecewa dengan kondisi yang menimpanya, namun ia berusaha bangkit sampai bisa melanjutkan pendidikan hingga S2 di The London School of Public Relations, Jakarta, dengan keterbatasan yang dimilikinya.
Berangkat dari kondisinya, Angkie kemudian mendirikan ThisAble Enterprise yang kini dalam naungan PT Berkarya Menembus Batas sejak 2015. Yayasan ini membantu penyandang disabilitas untuk mandiri dan berdaya secara ekonomi.
Pada tahun 2008, Angkie mendapat penghargaan sebagai The Most Fearless Female dari Cosmopolitan karena dianggap sebagai perempuan yang inspiratif dan berprestasi. Ia semakin membuktikan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dalam berkarir.
Hal ini dibuktikan dengan ia menjadi penyandang disabilitas pertama yang ditunjuk menjadi staf khusus presiden RI.
4. M. Ade Irawan
M. Ade Irawan (29th) atau yang kerap disapa Ade Irawan ini mendapat julukan sebagai Stevie Wonder versi Indonesia. Bagaimana tidak, Ade yang penyandang tunanetra ini merupakan salah satu pianis kebanggaan tanah air dengan sederet prestasinya.
Lahir di Inggris membuat Ade sudah belajar bermain piano sejak masih belia. Keterbatasan fisik tidak membuat Ade berhenti untuk terus mengasah bakat dan kecintaannya terhadap dunia musik.
Ade mengikuti kehidupan sang ibu yang bertugas di Chicago, Amerika Serikat, sehingga ia memiliki banyak kesempatan untuk belajar dari musisi ternama bernama Blues dan Jazz. Tak hanya itu, Ade juga berhasil tampil di panggung musik bergengsi Chicago Winter Jazz Festival pada tahun 2006 dan 2007.
Berkat kepiawaiannya, Ade berhasil menggelar konser tunggal pada tahun 2010 dan tampil membanggakan di acara yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Indonesia untuk Bahrain, di Paviliun Indonesia di Italia, hingga di Sydney Opera House, Australia.
Terakhir, ia juga dipercaya menjadi pianis tetap pada acara Farnsworth School of Chicago dan Jazz Links Jam Session.
Baca juga: Pandawara Group: Aksi Heroik 5 Pemuda Bersihkan Sampah
5. Nina Gusmita
Nina Gusmita (24th) mengalami kecelakaan saat usianya 18 tahun yang mengakibatkan ia kehilangan salah satu kakinya. Namun, kondisi tersebut tidak membuat Nina patah semangat dan berhenti olahraga.
Nina sendiri merupakan atlet voli junior yang tetap berkeinginan meneruskan mimpinya menjadi atlet profesional meskipun dengan keterbatasan fisik yang dialaminya. Pasca-kecelakaan, Ninan ditawarkan untuk bergabung dalam National Paralympic Committee (NPC) Sumatera Utara.
Ia berlatih sebagai atlet voli duduk yang kemudian membawanya menjadi salah satu atlet dalam Kontingen Merah Putih di Asian Para Games tahun 2018 lalu.
Prestasi Nina masih berlanjut dengan berhasilnya ia mencetak hattrick medali emas pada cabang olahraga atletik klasifikasi kursi roda di ajang Paralimpik Nasional (Peparnas) XVI Papua pada tahun 2021. Kegigihan Nina dalam mewujudkan impiannya di tengah kondisi terbatas mengundang kekaguman banyak orang.