Urban Farming untuk Berbagi
Sekecil apapun tempat TemanBaik tinggal pasti akan ada sedikit ruang untuk berkebun. Jangan bayangkan kebun perlu tempat yang luas. Berkebun masa kini, bahkan di perkotaan bisa dilakukan di kebun yang sempit sekaligus, bahkan di lahan vertikal.
Orang perkotaan berkebun, di masa kini sering kali disematkan istilah urban farming. Ini merupakan strategi pemanfaatan lahan sempit untuk menghasilkan bahan makanan segar sebagai upaya pemenuhan ketersediaan pangan perkotaan dan dapat meningkatkan akses fisik karena sifatnya memperpendek proses distribusi dan dapat meningkatkan akses ekonomi rumah tangga melalui pendapatan rumah tangga.
Mengapa kita sudah harus memulainya? Kebutuhan produksi pangan pada 2050 diprediksi meningkat hingga 50 persen dibandingkan 2012, mengutip data Badan Pangan Dunia (FAO) pada 2018. Nah apakah pada saat itu teknologi pangan telah mampu melampaui ini? Atau lahan semakin sempit karena manusia mengutamakan lahan untuk tempat tinggal ketimbang pangan. Padahal mana yang lebih penting?
Urban farming bisa dilakukan secara sederhana, janganlah berpikir yang muluk-muluk. Teman Baik bahkan bisa berhemat dan berbagi hasil dengan tetangga yang membutukan bantuan pangan. Misalkan saja dengan tanaman di pot, Teman Baik telah mampu menghasilkan 10 tomat yang matang bersamaan. Hasilnya bisa dibagi untuk tetangga, nilainya mungkin kecil, bisa jadi hanya Rp5.000, tetapi hal itu untuk orang yang hidupnya sulit sanggat berarti. Membantu orang lain tidak melulu harus berupa uang, berbagi bahan pangan pun bisa jadi dilakukan.
Nah jika ada sela-sela lahan yang masih tersisa, bisa saja Teman Baik menanam cabai. Saat harga cabai di pasaran mahal bahkan bisa menyalip harga daging sapi, dan cabai Teman Baik membuahkan hasil melimpah, berbagilah kepada tetangga, tentu mereka akan menyambut dengan hati riang. Apalagi cabai itu segar-segar usai dipetik.
Jangan berpikir sulit untuk berbagi dan berdonasi. Lakukan saja kebaikan dalam berbagai bentuk, meskipun sederhana.