Bermimpi Menjadi Dokter di Kampungnya, Loysa Terkendala Biaya Melanjutkan Kuliah

“Saya ingin menjadi seorang dokter yang bisa memanusiakan manusia. Saya belajar dari pengalaman saya pribadi, dimana ekonomi sangat mempengaruhi kehidupan apalagi jika tidak ada biaya dalam pengobatan. Saya ingin berusaha menjadi manusia yang memiliki rasa empati dan simpati terhadap satu sama lain,” ungkap Loysa.

Halo TemanBaik,

Saya Loysa Maria Melitry Mawi (21 thn), mahasiswa semester 7 jurusan kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Keinginan saya sejak kecil untuk menjadi dokter sangat kuat.

Saya tahu bahwasanya daerah saya masih membutuhkan tenaga medis khususnya dokter. Awalnya saya sempat ragu mengambil jurusan yang menghasilkan profesi mulia ini. Tapi berkat semangat dan dukungan orang tua, saya pun berani untuk mengejar mimpi saya.

Saat itu ayah saya nekat mengajukan kredit atau pinjaman yang cukup besar ke bank sampai tidak menerima gaji sepeserpun demi kuliah saya. Tentu saja hal ini mempengaruhi kondisi keluarga kami. Tapi begitulah perjuangan ayah saya yang ingin melihat anaknya memakai jas putih untuk membantu orang lain. 

Selama berkuliah, saya aktif menjadi relawan seperti membantu laboratorium kesehatan daerah Surabaya saat Covid hingga membantu dalam pemberian vaksin polio. Saya juga pernah menjadi anggota Lembaga Pers Mahasiswa, menulis untuk suatu majalah.

Sayangnya, pada semester 6, mau tidak mau saya harus cuti selama 1 tahun karena betul-betul tidak ada biaya untuk lanjut. Syukurlah ada rezeki lagi untuk melanjutkan kuliah di semester 7 dan saya juga sudah menyelesaikan skripsi serta hal lainnya. Tapi kali ini saya terkendala biaya lagi melanjutkan pendidikan profesi.

Gaji orang tua saya hampir semua digunakan untuk membayar kredit, serta menghidupi ibu dan tiga adik saya yang lain. Orang tua selama ini juga sudah menjual tanah dan menggadaikan motor agar saya bisa jadi dokter.

#TemanBaik, mari bantu Loysa untuk melanjutkan kuliah dengan cara klik Donasi Sekarang di bawah ini!